Fungsi Tari : Tontonan
Upacara menyambut Maulid Nabi, sunat Rasul, hari-hari besar agama Islam
Pendidikan : Media syiar ajaran agama Islam
Jumlah Penari : Kelompok
Ganjil 11-lebih
Lokasi
Desa Medang Ara, Kecamatan Blang Pidie, Kabupaten Aceh Selatan
Tahun
Diperkirakan abad ke-19
Pencipta
Teuku Muhammad Thaib
Unsur Penyajian Tari
Penari : Ditarikan oleh penari perempuan
Musik : Internal : Lantunan syair oleh seorang Syekh (pemimpin) dan penari
Eksternal : Syair yang dilantunkan oleh syahi (penyair).
Kostum : Baju kebaya lengan panjang, celana panjang dan ditutupi dengan sarung pada bagian setengah dari pinggang ke lututnya, tidak memakai selendang, tetapi harus memakai kerudung yaitu jilbab. Atau pakaian adat wanita Aceh. Pada permainan rakyat Aceh biasanya di kampung-kampung tidak ditentukan pakaian khas tetapi menurut apa yang dipakainya pada waktu itu
Properti : –
Pentas : Arena
Ket : –
Deskripsi Singkat Tari
Rateeb Meusekat diciptakan oleh Teuku Muhammad Thaib seorang ulama yang memimpin pusat pendidikan Agama yang terdapat di Gampung Rumoh Baro desa Medang Ara kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Selatan. Nama Gampong Rumoh Baro tersebut kemudian diubah menjadi Desa Medang Ara, beliau pernah belajar di Samudra Pasai dan kemudian meneruskan pendidikannya ke Bagdad. Disana beliau menjumpai Ibnu Maskawaihi dan belajar padanya tentang pengetahuan Agama Islam serta pengetahuan lainnya termasuk seni sebagai salah satu media dakwah. Murid-murid yang diterima di pusat pendidikan ini mulai dari anak-anak sampai dewasa namun terbatas bagi kaum wanita saja. Mereka diajarkan Ilmu Agama, Bahasa arab, Fiqih, Ilmu Mantik dan lain-lainnya.
Untuk menghindari kejenuhan belajar, mereka mengajarkan agama dengan cara meratib yang mereka sebut Rateeb Meusekat seperti yang dilakukan oleh Ulama Ibnu Maskawaihi, dalam gerak dan lagu yang sederhana namun sangat menarik. Para santri yang telah menyelesaikan pelajarannya disana kembali ketempat asal masing-masing, dan disana mereka mengembangkan agama itu dengan menggunakan Rateeb Meusekat sebagai salah satu metode dakwahnya. Salah satu daerah yang berkembang dan terus menerus mengadakan Rateeb Meusekat ialah daerah Betung.
Rateeb Meusekat terdiri dari dua kata yaitu ratib dan meusekat. Rateeb dalam bahasa Aceh berarti doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan kata lain disebut zikir. Meusekat berasal dari nama seorang ulama dan filosofi Ibnu Maskawaihi bangsa Irak di Bagdad. Dalam kamus bahasa Arab karangan Husein Djayadiningrat disebutkan bahwa asal usul Meusekat dari kata Muscat, yakni ibukota Oman di Zazirah Persia. Meusekat dalam bahasa Aceh berasal dari kata sakat yang berarti diam atau khusuk. Jadi Rateeb Meusekat berarti “ berdoa dengan khusuk”. Rateeb Meusekat pada mulanya dipergunakan untuk mengatasi kejenuhan dalam menerima pendidikan agama dan pengajian. Rateeb disini mempergunakan gerakan-gerakan anggota badan yang sederhana dengan iringan lagu dengan syair-syair dalam bentuk sanjungan dan pemujaan pada ALLAH SWT, selawat atas Nabi Muhammad. Rateeb Meusekat ini dimainkan oleh jumlah ganjil 11 (sebelas) orang wanita atau lebih dengan mengikuti pimpinan Teuku atau guru yang sekarang disebut Syekh dan dibantu oleh Syahi (penyair). Kemudian pada abad ke 19 perkembangan selanjutnya di Kabupaten Aceh Barat Rateeb Meusekat dipimpin oleh T. Aji Rakibah menciptakan gerak-gerak tarinya sedangkan syair dan lagunya ditangani oleh Teuku Cik Dikila seorang ulama Seunagan (sekarang Jeram Aceh Barat). Pargelaran tari ini masih terbatas pada peringatan hari-hari besar Islam seperti Maulid Nabi, kemudian berkembang lagi ada upacara perkawinan, melepaskan nazar serta upacara-upacara lain yang tidak bertentangan dengan agama.