Skip to content
Home » Informasi » TARI ALAS

TARI ALAS

  • by

Fungsi Tari : Tontonan / hiburan rakyat dan Bagian dari prosesi adat

Jumlah Penari : Duet (duo)
2 orang

Lokasi
Takal Pasir, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil

Tahun
Diperkirakan telah ada pada masa kerajaan Singkil

Pencipta
Sutan Berdaulat alias Teuku Gemerinting

Unsur Penyajian Tari
Penari : Ditarikan oleh penari Laki-laki
Musik : Iringan musik dimainkan oleh 2 orang pemukul botol dan 1 orang pemukul talam. Diiringi dengan nyanyian berpantun yang disebut pantun sukusukutan yang berarti pantun sejarah masa lalu, kisah masa lalu menyangkut keluarga dan masyarakat.
Kostum : Pakaian tari terdiri dari : baju panjang tangan warna putih, celana panjang warna hitam atau putih, kain sarung setengah tiang yang disebut Lunggi, dan atribut atribut lainnya seperti tali pinggang, tutup kepala yang disebut Sebelit Pider dari kain persegi empat yang dilipat dan diikat keliling kepala, sedang salah satu tepinya dinaikkan mencuat keatas.
Properti : 2 (dua) belah kayu yang dilambangkan sebagai penangkal rasa iri
Pentas : Halaman atau ruang terbuka pada tempat mempelai pria ketika membuka malam  hinei ke-2 atau Sunat Rasul

Ket : –

Deskripsi Singkat Tari
Tari Alas diyakini memiliki sejarah yang sama dengan terciptanya Tari Dampeng.  Dikisahkan bahwa tarian ini diciptakan oleh seorang bernama Sutan Berdaulat yang berasal dari Singkil yang kemudian merantau ke Minangkabau hingga ke Pagaruyung Sumatera Barat. Dalam perjalanannya ke Pagaruyung, ia melewati hutan dan pada siang hari ia pun beristirahat di bawah pohon kayu besar sambil menyandarkan tubuhnya ke pohon tersebut. tiba-tiba ia melihat empat ekor elang terbang berputar-putar persis di kepalanya. Sutan Berdaulat pun memperhatikan elang tersebut sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Tiba di Pagaruyung, Sutan Berdaulat menetap di sana selama beberapa tahun hingga akhinrnya ia memutuskan untuk kembali pulang ke Singkil. Dalam perjalanan pulang, ia kembali beristirahat di hutan  dan merasa haus. Saat menemukan air di sungai yang airnya sangat tenang, Sutan berdaulat berpikir “mengapa air ini tenang sekali?”. Ia kemudian mencelupkan jarinya ke dalam air tersebut dan dan mendapatin jarinya tidak bisa dicabut kembali karena lengket dengan air. Setelah beberapa kali usaha, Sutan Berdaulat berhasil mencabut jarinya dan air yang tampak membati menempati ujung jarinya sehingga setiap kali jari-jari tersebut beradu akan mengeluarkan suara gemerinting. Ini lah yang kemudain nama Sutan Berdaulat dikenal sebagai Teuku Gemerinting. Teuku Gemerinting kemudian menciptakan tari-tarian yang terinspirasi dari perjalannya  merantau melewati hutan. Tari Alas merupakan inspirasi dari perjalanan Teuku Gemerinting ketika melihat gerakan-gerakan di kehidupan hutan.

Tari Alas ditarikan untuk membuka Malam Hinei ke -2 pada acara pernikahan atau Sunat Rarul dan selalu ditarikan oleh 2 orang laki-laki sehabis shalat Isya di tempat mempelai laki-laki. Tari ini ditarikan dengan diiiringi musik yang terdiri dari 2 orang pemukul botol dan 1 orang pemukul talam. Sederhana memang, karena alat musik yang digunakan hanya botol yang dipukul dengan sendok, paku atau besi lainnya dan sebuah talam yang juga dipukul dengan alat yang sama. Suara botol yang dipukul menggambarkan suara gemerinting air yang mengingatkan masyarakat akan legenda pencipta tari ini, yaitu Teuku Gemerinting. Gerakan yang digunakan adalah gerakan sakhindoyang, yaitu gerakan gerakan merunduk dan berputar-putar dalam langkah seperti langkah silat  yang lebih lamban dan gerakan sekudidi yang lebih cepat.

Sebagai tari tradisional, Tari Alas tidak membutuhkan pemakaian kostum tertentu dalam penampilannya. Hanya dibutuhkan pakaian biasa yang saat itu dikenakan penari ditambah dengan sarung yang dipakai setengah kaki, hanya mencapai lutut. Namun pada perkembangannya, penari Alas kadang-kadang menggunakan juga kain Ulos yang sering disebut dengan kain Pakpak karena memang dibawa dari daerah Pakpak. Sedangkan dari segi durasi, tari ini biasanya kurang lebih dimainkan selama 20 menit. Pada acara pernikahan, tari ini hanya dimainkan sekali, sedangkan pada Sunat Rasul bisa ditarikan hingga dua kali dengan penari yang berbeda. Selain diiringi dengan alunan musik sederhana, tari ini juga dilengkapi dengan nyanyian berpantun yang disebut pantun sukusukutan yang berarti pantun sejarah masa lalu, kisah masa lalu menyangkut keluarga dan masyarakat.

Tari Alas ditarikan secara spontan. Artinya, ketika tamu atau undangan, sanak famili, dll secara spontan akan menari begitu musik mulai dimainkan. Siapa saja bisa mengambil inisiatif untuk menjadi dua orang penari pertama. Dan tidak pernah tidak ditemukan kondisi ketika tidak ada seorang pun yang mau menari. Dan jika dilihat dari keasliannya sebagai seni rakyat, daerah Takal Pasir betul-betul dapat merefleksikan keasliannya. Dalam rangkaian upacara perayaan pernikahan dan Sunat Rasul, Tari Alas biasa dimainkan dalam urutan tertentu sebelum dan sesudah tari atau adat lainnya. Urutannya adalah tari rapa’i, tari alas, debus, dendang, keluwat, paoh dan ditutup dengan dengan tari dampeng. Namun, ditemukan juga tari alas yang ditampilkan mengawali adat atau tradisi lainnya.

Terdapat properti yang digunakan dalam tari ini yaitu dua belah kayu yang dilambangkan sebagai penangkal rasa iri. Dan sebelum menari, puhun/orang yang mewakili keluarga akan menyerahkan pepinangan dan dua helai kain sarung kepada penari. Maknanya untuk memberikan penghormatan kepada si penari. Saat pepinangan diberikan, dahulu penari sering memakan sirih dan memasukan “ilmunya” ke dalam dirinya agar tariannya terlihat manis seperti rasa sirih. Pada akhir tari ini, jika musik berhenti dan disambung dengan pukulan gendang sipakhang, maka tarian akan disambung dengan tari wihayat (tari harimau) dengan menggunakan properti kayu tadi. Generasi penerus tari ini  khususnya di Desa Takal Pasir tidak pernah putus. Ayah akan mengajarkan kepada anak laki-lakinya. Ditambah lagi pada saat malam hinai kedua, sanak famili dan tetangga yang berkumpul yang terdiri dari anak-anak dan orang dewasa menjadi ajang regenerasi yang sangat menjamin keberlangsungan tari ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jln. Transmigrasi, Gampong Bukit Meusara, Kec. Kota Jantho, Kab. Aceh Besar, 23911,, Aceh, Indonesia

Rektorat ISBI Aceh
Email : [email protected]
Telepon : +62 811-6891-581 (Call Center)
Fax : 0651-92023

Isi survei performa situs web

© 2022 Institut Seni Budaya Indonesia Aceh – Webmaster All Rights Reserved – Privacy and Copyright