Skip to content
Home » Informasi » TARI RANUP LAMPUAN

TARI RANUP LAMPUAN

  • by

Fungsi Tari :
Tontonan/hiburan rakyat dan tari penyambutan tamu

Jumlah Penari : Kelompok
7 atau 9 orang penari

Lokasi
Banda Aceh

Tahun
1962

Pencipta
Yuslizar

Unsur Penyajian Tari

Penari : Terdiri dari penari perempuan

Musik : Menggunakan alat musik serune kale dan geundrang.

Kostum : Baju Aceh, celana, kain sarung, ikat pinggang dan selendang. Khusus untuk penari seniaceh (primadona) dilengkapi dengan hiasan-hiasan lainnya yang terdiri dari : kembang goyang (dari bahan emas celupan) sebagai tusuk konde, petamdo (mahkota)

Properti : Puan/cerana 7 buah. 6 untuk penari biasa dan 1 untuk penari seniaceh

Pentas : Arena

Ket : –

Deskripsi Singkat Tari

Tarian ini diciptakan pada tahun 1962-an oleh panata tari Yuslizar dengan grup tari Pocut Baren dan pengasuh-pengasuhnya antara lain Ali Hayimi, Ny. AK. Abdullah, Ny. T. Ismail, Ny. Sugono, Ny. Hamid HS., dan lain-lain. Tari ini pada mulanya hanya terdapat di Banda Aceh. Akan tetapi perkembangan selanjutnya dalam waktu yang relatif singkat, telah dijumpai di daerah lain, terseniaceh daerah pesisir yang umumnya dihuni oleh suku Aceh. Tarian ini bermula dari sebuah pengalaman AK Abdullah, perwira muda militer yang bertugas di bidang Rohdam menceritakan bahwa selama bertugas diluar Aceh. Ia sering melihat tarian sirih dalam acara-acara resmi sebagai tanda penghormatan kepada tamu yang datang.  Sedangkan waktu itu adat makan sirih di masyarakat provinsi dimana beliau bertugas tidaklah begitu menonjol seperti di daerah Aceh. Mendengar cerita itu, maka mencari tahu melalui para tetua adat dan menciptakan tari ranup lampuan. Setelah proses penciptaan tari selesai, Yuslizar mengundang para tokoh masyarakat, dimaksudkan agar mendapat masukan terhadap tari yang baru ia cipta.

Adapun orang-orang yang hadir di rumah Tuanku Burhan tempat diadakannya pertemuan tersebut adalah Tuanku Burhan, sebagai tuan rumah, AK Abdullah, A. Aziz Kunun suami istri, Samaun Gaharu, T. Hamzah dan istri, Mayor T. Ismail dan istri (Cut Jah Samalanga), Nyak Adam Kamil dan istri, T. Djohan, Cut Ainun Mardiah (Pocut Seulimum), T. Ismail Bitai, Ny. Hamidi, dan AD Manua. Atas kesepakatan bersama para tokoh-tokoh ini, maka disetujuilah untuk menjadikan tari tersebut sebagai tari persembahan, dan diberi nama ranub lampuan, nama diusulkan oleh Tuanku Burhan dan dipilihlah AD Manua untuk membuat iringan orkestra atau band yang selanjutnya di aransir oleh Max Sapulete. Max Sapulete juga mengubah variasi pembukaan lagu tersebut.

Tari ranup lampuan merupakan salah satu tarian tradisi Aceh yang menggambarkan estetika dan etika yang tinggi di kalangan masyarakat Aceh dalam memberikan penghormatan kepada tamu. Arti kata ranub ialah sirih, lam berarti dalam atau di dalam dan puan berarti cerana. Jadi ranub lampuan secara harfiah berarti sirih di dalam cerana. Tari ini diangkat dari adat istiadat yang hidup dan tetap terpelihara di Aceh, khususnya adat menerima dan menghormati tamu. Biasanya tamu diterima dengan penuh hormat, disuguhi sirih. Hal ini terlihat melalui simbolik gerak tari penari, perlengkapan tari dan sirih yang disuguhkan kepada tamu. Melalui gerak tari terlihat gerak yang tertib dan lembut sebagai ungkapan kehidmatan mempersilahkan para tamu duduk, dan suguhan sirih adalah lambang persaudaraan, sebagai mukaddimah dari setiap hajat dalam pergaulan  hidup bermasyarakat. Tari ini ditarikan oleh 7 atau 9 penari wanita usia remaja. Sebagai pengiring tari ialah musik modern (band atau orkestra) dan dapat juga dengan musik tradisional seperti Serune kale dan Geundrang.

Tari ini berlatar belakang adat-istiadat yang hidup dan tetap terpelihara di Aceh, khususnya adat menerima dan menghormati tamu. Hal ini terlihat simbolik gerak tari penari, maupun melalui perlengkapan tari, sirih yang digunakan kepada tamu. Melalui gerak tari terlihat gerak yang tertib dan lembut sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu. Seperti gerak salam sembah, gerak lembut ke samping kanan kiri, dengan tangan menghayun, adalah ungkapan kehidmatan mempersilahkan para tamu duduk, dan suguhan sirih adalah perlambang persaudaraan, sebagai mukadimah dari setiap hajad dalam pergaulan hidup bermasyarakat.

Karena itu menurut jenisnya tari ini digolongkan sebagai tari adat atau upacara. Ranub lampuan dalam bahasa Aceh memiliki arti persembahan untuk yang dimuliakan. Dalam tradisi adat, tarian ranub lampuan pun dipersembahkan untuk mereka yang dimuliakan seperti pejabat kerajaan atau untuk saat ini pejabatpemerintahan atau tamu negara. Selain dipentaskan, tari ini adakalannya diadakan langsung ditempat upacara penyambutan tamu negara, seperti di lapangan terbang dan lain-lainnya.

Kostum tari

Baju : Baju Aceh yakni baju lengan panjang dengan potongan leher tertutup (kea rah atas). Pada kerah leher baju disulam benang kasab/benang emas, serasi dengan warna kain. Biasanya kain berwarna kuning atau merah (ungu ke merah-merahan). Begitu juga dengan sulaman yang terdapat di ujung tangan baju.

Celana : celana panjang dengan potongan lebar/lapang pada bahagian atas pinggang, sedangkan kaki mengecil kebawah. Pada persilangan kaki/paha ditambah/dijahit kain lain berbentuk segitiga (meusetak) dan kain kebawah (tunjang). Sehingga persilangan tersebut jauh kebawah/longgar. Pada bagian sebelah dalam dari kaki celana disulam benang emas (meukasab), demikian juga sekeliling ujung kaki.

Kain sarung : kain sarung tenunan Aceh atau kain saur kasab yang serasi.

Ikat pinggang : ikat pinggang dari emas atau emas celupan.

Selendang : kain selendang biasa.

Khusus untuk penari seniaceh (primadona) dilengkapi dengan hiasan-hiasan lainnya yang terdiri dari : kembang goyang (dari bahan emas celupan) sebagai tusuk konde, petamdo (mahkota) Tari ini diawali dengan semacam tablo, dimana penari tampil dengan komposisi segi tiga menghadap penari seniaceh (primadona) dengan komposisi leter (komposisi dasar tarian ini).

sketsa 1 dan 2

Penari no 2, 3, 5, dan 6 menghadap primadona (no.4), penari no 3 dan 5 berlutut, no. 2 dan 6 jongkok/setengah berdiri dan penari 1 dan 7 berdiri.

Primadona maju ke depan (delapan langkah, hitungan 1 s/d 8)

Urutan selanjutnya dengan ragam-ragam gerak tari dan terakhir penyerahan sirih kepada tamu.

Tata rakit (komposisi) dan gerak tari diatur sebagai berikut:

  • Dengan iringan lagu intro, penari memasuki pentas dari arah kanan/kiri atas (hitungan : 1-2-3-4-5-6-7-8), dengan komposisi banjar, selanjutnya membentuk komposisi segi tiga (∆), dan primadona dengan hitungan (H. 1-2-3-4-5-6-7-8) maju ke depan sehingga membentuk komposisileter sket no.2
  • Penari dengan posisi duduk dengan gerak menyorong puan ke depan tarik ke belakang, angkat ke atas (primadona) sedang penari lainnya (1-2-3) ke samping kiri, selanjutnya meletakkan puan (H.1-2-3-4).
  • Penari memberikan salam hormat, membuka selendang dan mengikatkannya kembali, melintang dari bahu kanan ke lambung kiri dan selesailah lagu pertama (intro).
  • Dengan lagu ranub lampuan, penari dalam komposisi semula membuat gerakan menghayun tangan ke depan, sisi kanan sisi kiri.
  • Empat penari (no. 1-2-6-7) berdiri,, dengan gerak dasar seudati menghayun ke belakang/ ke depan dan sisi kanan/ sisi kiri, lalu memperlihatkan memeti sirih dengan tangan kanan dari arah sisi kanan ke depan hitungan (1 s/d 4). Pada hitungan ke empat sirih-sirih yang dipetik seakan-akan diletakkan pada tangan kiri. 
  • Sedang penari yang duduk  (3-4-5), terlihat gerakan tangan mengacip pinang (hitungan 1-2-3-4).
  • Selanjutnya semua penari dengan posisi duduk dan terlihat gerakan mengambil daun sirih, memetik tangkai, melap/membersihkan sirih, mengoles kapur, membubuhi gambir, pinang dan cengkeh.
  • Dengan lagu ranub lampuan, penari dalam komposisi semula membuat gerakan menghayun tangan ke depan, sisi kanan sisi kiri.
  • Empat penari (no. 1-2-6-7) berdiri,, dengan gerak dasar seudati menghayun ke belakang/ ke depan dan sisi kanan/ sisi kiri, lalu memperlihatkan memeti sirih dengan tangan kanan dari arah sisi kanan ke depan hitungan (1 s/d 4). Pada hitungan ke empat sirih-sirih yang dipetik seakan-akan diletakkan pada tangan kiri.
  • Sedang penari yang duduk  (3-4-5), terlihat gerakan tangan mengacip pinang (hitungan 1-2-3-4).
  • Selanjutnya semua penari dengan posisi duduk dan terlihat gerakan mengambil daun sirih, memetik tangkai, melap/membersihkan sirih, mengoles kapur, membubuhi gambir, pinang dan cengkeh.
  • Semua penari berdiri dengan komposisi leter vertikal ke belakang dan berbanjar dengan gerak menghayun seakan-akan mempersilahkan tamu-tamu duduk.

Sketsa 3 dan 4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jln. Transmigrasi, Gampong Bukit Meusara, Kec. Kota Jantho, Kab. Aceh Besar, 23911,, Aceh, Indonesia

Rektorat ISBI Aceh
Email : [email protected]
Telepon : +62 811-6891-581 (Call Center)
Fax : 0651-92023

Isi survei performa situs web

© 2022 Institut Seni Budaya Indonesia Aceh – Webmaster All Rights Reserved – Privacy and Copyright