Skip to content
Home » Informasi » TARI AER ULAK

TARI AER ULAK

  • by

Fungsi Tari : Ritual Adat

Jumlah Penari : Kelompok

Lokasi
Pesisir pantai, Kabupaten Aceh Tamiang

Tahun
Diperkirakan pada mas Hindu-Budha

Pencipta
Anonim

Unsur Penyajian Tari

Penari : Ditarikan oleh 7 orang laki-laki dan 7 orang perempuan dan satu guru (datu) di tambah dengan 3 orang para sida (pendamping)

Musik : Menggunakan alat musik Perasap danLancag

Kostum : Warna pakaian yang di pakai serba hitam mulai dari tengkulok baju sangket celana kecuali ikat pingang yang berwarna merah.

Properti : Sesajen

Pentas : Arena
Dilakukan di tepi pantai

Ket : –

Deskripsi Singkat Tari

Pada penghujung tahun dan pada hari tertentu masyarakat tamiang yang tinggal di tepi pantai, khususnya para nelayan bulan tersebut merupakan hari dan bulan yang paling baik bagi masyarakat setempat. Baik para nelayan maupun petani, bulan tersebut di namakan sebagai bulan penghujung, karena pada bulan tersebut adalah bulan yang istimewa untuk medapat rizki yang banyak atau untuk meminta pada Yang Maha Esa agar tahun-tahun yang akan datang lebih banyak mendatangkan keuntungan baik dari hasil para nelayan maupun dari petani, juga mereka meminta agar terlepas dari segala mara bahaya dan mala petaka. Untuk menghormati dan memohon do’a, masyarakat setempat pada bulan itu mengadakan suatu tarian khusus yaitu “Tarian Aer Ulak”. Tarian ini tidak dapat di pargelarkan di mana saja, hanya khusus pada hari tersebut, yang di mainkan oleh gadis-gadis dan pemuda. Sebelum di mainkan tarian ini para orang tua yang mereka anggap orang yang paling penting dan mengetahui tentang buruk baiknya ditujukan untuk melatih dan mempersiapkan peralatan-peralatan yang di perlukan, seperti tempat sesajen, kemeyan, sirih tersusun dan makanan-makanan.

Sehari sebelum acara tersebut, masyarakat mendirikan pondok atau kemah di tepi pantai serta dapur untuk menanak nasi dan lain-lain. Sejak malam hari masyarakat mendatangi pantai dan bermalam bersama-sama dengan keluarga dan familinya. Untuk menjaga dan ketentraman pesta tersebut, dipilih seorang yang cakap dan berpengalaman serta mengerti dalam ilmu kebatinan sebagai seorang ketua dan beberapa orang stafnya serta beberapa orang pengawal untuk menjaga keamanan. Pada pukul 2 malam, oleh petugas membangunkan sejumlah penghuni kemah untuk bekerja dan menyembelih beberapa ekor kerbau. Pada pukul 7 pagi, seluruh persiapan telah selesai dan seluruh masyarakat telah berkumpul di muara kuala untuk menghadiri upacara sesajen. Seorang Datu (guru) yang memakai baju hitam, celana hitam, dan tengkuluk hitam telah siap untuk memulai upacara. Namun, sebelumnya diadakan berdoa secara bersama-sama sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Adat istiadat ini diperkirakan dari pengaruh Hindu-Budha yang di anut oleh nenek moyang sebelum datangnya Agama Islam di daerah tersebut.

Pesta ini di anggab oleh masyarakat tersebut adalah suatu keharusan dan harus dilaksanakan pada tiap-tiap tahun. Bagaimanapun keadaan masyarakat setempat harus tetap dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai dikutuk oleh roh-roh jahat.

Bentuk Penyajian.

Mencak (Tarian Aer Ulak) lansung dipimpin oleh seorang datu (guru) dan seorang syekh yang di anggap mampu melakukan Tarian Aer Ulak. Setelah upacara do’a selesai segera tarian aer ulak dimulai oleh penari-penari berkeliling lingkaran bulat dengan langkah yang lambat tetapi tersusun dan terarah sambil memegang tangan serta menyanyikan lagu-lagu yang merdu dan dan kepala menggeleng ke kiri dan ke kanan. Datu yang memakai kostum hitam pekat sudah berada di dalam barisan tersebut, penari memegang sesajen dan tempat pembakaran kemeyan sambil melangkah perlahan lahan menuruti gerak penari menuju tempat pelepasan sesajen.setelah para penari dan datu tiba di tempat sesajen para penari yang di ikuti oleh para penduduk berhenti terpakur, dan segeralah sang datu diiringi beberapa pengawal mengikuti datuk turun ke air sambil membakar kemenyan serta mulutnya berkomat-kamit dan beberapa dan beberapa genggam bunga di taburkan ke air, segera sesajen itu di lepaskan ke laut. Tempat sesajen menyeupai rakit yang terbuat dari kayu tertutup dengan kain putih dengan pingiran di sulam dengan benang emas. Datu (guru) segera naik kedarat dan mengangkat ke dua tagan keatas menandakan upacara tarian sudah di mulai segera, tepuk tangan masyarakat mulai terndengar dengan riuh menandakan gembira.

Penari yang berpasangan antara pria dan wanita berpegang tangan dan seorang syekh mulai menyanyikan lagu dan penari segera menari sedikit-demi sedikit barisan tari ini tiba di tepi pantai (mendekati ombak memecah). Sambil menari pihak penari dan masyarakat setempat ikut pula menyanyi sambil bertepuk tangan. Penari saat tiba di tepi pantai segera melepaskan tangan yang setiap penari wanita bersatu kembali. Demikian pula penari laki-laki sehingga menjadi dua barisan sambil tangan kanannya menunjuk ke laut dan tangan kiri menunjuk ke daratan. Kaki kanan penari perlahan-lahan menuju ke air hingga setinggi lutut sambil melompat tiga kali serta dengan teriakan yang gemuruh dan kedua tangan menggenggam dan mukanya menunduk ke air dan matanya memandang kedua pihak.

Sang Datu tetap berdiri tegak di pasir sambil menundukkan kepala dan perlahan-lahan tangan mencabut keris mengangkat ke langit. Penari segera naik kembali ke darat sambil bernyanyi dan berpantun dengan gerak lincah yang diikuti oleh para peserta. Tibalah saat penari mendekati tempat yang telah ditentukan di kemah yang besar, di sana telah tersedia makanan dan telah duduk orang-orang terhormat, baik dari penduduk pantai ataupun dari desa lain. Penari segera duduk bersila sambil kedua tangan menyembah dan kepala ditundukkan. Datu segera mendekati para tamu dan bersalaman, lalu kembali ke barisan penari dengan mengangkat tangan kanan ke atas. Barisan penari segera bangun dengan perlahan-lahan dan mundur perlahan-lahan satu demi satu sehingga selesai seluruhnya, menandakan upacara selesai dan segala makanan yang telah tersedia dapat dimakan bersama.

Kostum

Jumlah kostum di sesuaikan denga jumlah penari yaitu 7 orang pria dan 7 orang wanita dan satu guru di tambah dengan 3 orang para sida. Warna pakaian yang di pakai serba hitam mulai dari tengkulok baju sangket celana kecuali ikat pingang yang berwarna merah.

Musik Tarian

Irama dendang yang terdiri dari beberapa orang yang mahir memainkan alat musik tersebut, alat yang di gunakan adalah Perasap dan Lancag

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jln. Transmigrasi, Gampong Bukit Meusara, Kec. Kota Jantho, Kab. Aceh Besar, 23911,, Aceh, Indonesia

Rektorat ISBI Aceh
Email : [email protected]
Telepon : +62 811-6891-581 (Call Center)
Fax : 0651-92023

Isi survei performa situs web

© 2022 Institut Seni Budaya Indonesia Aceh – Webmaster All Rights Reserved – Privacy and Copyright